Pembangkit perekonomian Indonesia, bahkan tulang punggung perekonomian Indonesia berada pada UKM (Usaha Kecil Menengah) maupun UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah). Badan usaha yang dapat dikategorikan lebih kecil dari perusahaan ini dapat menyumbangkan ±60% untuk pendapatan nasional. Bahkan kini keberadaan UKM maupun UMKM semakin menjamur dan tidak bisa dipandang sebelah mata, karena mereka terus bersaing memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen.
Masih banyak masyarakat umum yang belum memahami perbedaan keduanya sehingga menyamakan keberadaan keduanya. Padahal ada beberapa hal yang mendasar yang membedakan keduanya. Hal mendasar sebenarnya sudah dijelaskan oleh pemerintah dalam peraturan perundang-undangan yaitu UU No.20 Tahun 2008, dalam peraturan tersebut kurang lebih menjelaskan kategori yang termasuk UMKM dengan UKM.
Yang termasuk dalam kategori UMKM adalah usaha produktif (milik perorangan dan/atau badan usaha perorangan) yang memiliki aset maksimal bernilai 50 juta rupiah, dengan kriteria omzet maksimal 300 juta rupiah. Sedangkan UKM merupakan usaha produktif yang berdiri sendiri (baik dilakukan perorangan maupun badan usaha) yang memiliki kriteria aset maksimal sebesar 50 juta – 500 juta rupiah, dengan kriteria omzet 300 juta – 2,5 miliar rupiah.
Kalau perbedaan mendasarnya terdapat pada aset dan omzet atau dapat dikatakan keuangannya, tidak jauh berbeda dengan persamaannya. Kedua usaha ini tentunya memiliki tujuan utama untuk mendapatkan keuntungan atau profit dari usaha yang dijalankan. Kegiatan usaha yang dijalankan keduanya kurang lebih berkisaran antara kegiatan:
• Bisnis atau industri kreatif modern
• Bisnis atau industri tradisional yang dikembangkan
• Bisnis atau industri kerajinan
Karena keduanya memiliki tujuan utama dalam konteks pendapatan atau keuangan, tentu hal yang paling harus bisa dilakukan oleh pengelola usaha adalah mengenai masalah manajemen (pengelolaan) keuangan atau akuntansi ukm. Sehingga kinerja divisi keuangan UKM dan UMKM akan menjadi sangat penting untuk melihat perkembangan modal sehingga menjadi profit yang mampu mencapai target. Biasanya kita bisa melihatnya dari pembukuan dan laporan keuangan yang dilakukan divisi keuangan milik bidang usaha tersebut. Akan lebih mudah lagi jika pengelola keuangan tersebut membuatnya dengan software pembukuan.
Kinerja pengelola keuangan UKM/UMKM harusnya dalam melakukan pengelolaan finansial harus dilakukan dengan terorganisir. Alternatifnya agar menjadi lebih ringan adalah dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi sekarang, karena sudah banyak beredar aplikasi akuntansi maupun aplikasi keuangan yang bisa membantu sumber daya manusia yang mengelola UKM/UMKM dalam hal finansial usaha seperti laporan keuangan, pembukuan, atau perhitungan akuntansi lain yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha.
Karena UMKM dan UKM merupakan usaha yang menghasilkan pendapatan atau penghasilan, dalam praktik hukum tentunya hal ini juga masuk dalam kategori yang harus melakukan pajak. Dengan ketentuan yang berlaku, dan kategori yang ditentukan pemerintah mengenai pajak umkm dan pajak pajak ukm, badan usaha skala kecil ini bisa melakukan perhitungan, pelaporan, dan pembayaran menggunakan aplikasi pajak.